Kontranarasi.com – Konsep Tri Sakti merupakan salah satu gagasan besar Bung Karno yang menjadi dasar pendidikan politik nasional. Tri Sakti mengajarkan tiga hal utama: berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Bagi Bung Karno, ketiganya tidak bisa dipisahkan karena merupakan satu kesatuan yang membentuk kemandirian bangsa. Pendidikan politik yang sejati, menurutnya, harus menumbuhkan kesadaran rakyat untuk hidup merdeka di ketiga bidang tersebut.
Dalam konteks politik, Bung Karno menekankan pentingnya kedaulatan rakyat. Pendidikan politik harus membuat rakyat memahami bahwa kedaulatan berada di tangan mereka, bukan di tangan segelintir elite. Ia menginginkan rakyat yang sadar bahwa setiap kebijakan publik harus berpihak kepada kepentingan nasional. Rakyat yang terdidik secara politik tidak akan mudah dipengaruhi oleh kekuatan asing atau kepentingan jangka pendek.
Bung Karno juga mengaitkan pendidikan politik dengan kemandirian ekonomi. Ia berpendapat bahwa tanpa kemandirian ekonomi, rakyat tidak akan memiliki kekuatan politik yang sejati. Pendidikan politik yang hanya berhenti pada aspek teoritis tidak akan berarti tanpa kesadaran ekonomi yang kuat. Karena itu, Tri Sakti menekankan keseimbangan antara kesadaran politik dan kemampuan mengelola sumber daya sendiri. Kemandirian ekonomi menjadi bentuk nyata dari kemerdekaan politik.
Selain itu, pendidikan politik Bung Karno juga menuntut adanya kepribadian nasional yang kuat. Dalam arus globalisasi, Bung Karno telah memperingatkan bahaya kehilangan jati diri budaya. Ia mengajarkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu siapa dirinya dan berani berdiri di atas kepribadiannya sendiri. Pendidikan politik harus menanamkan rasa cinta tanah air, kebanggaan terhadap budaya, serta semangat menjaga persatuan nasional.
Tri Sakti bukan hanya semboyan politik, tetapi pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Melalui Tri Sakti, Bung Karno membangun pendidikan politik yang membebaskan dan memerdekakan rakyat dari segala bentuk ketergantungan. Kini, di tengah tantangan global, ajaran ini tetap menjadi kompas moral agar Indonesia tidak kehilangan arah dalam menjalankan demokrasi yang berdaulat dan berkarakter.

									
													


